Powered By Blogger

Sunday, 10 April 2016

Jenis-jenis Strategi Pembelajaran PAI
Berikut adalah jenis-jenis strategi pembelajaran secara umum:
  1. Strategi Pembelajaran Ekspoitri
Strategi Pembelajaran ekspoitri adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai pelajaran dengan optimal. Metode pembelajaran yang sering digunakan adalah metode ceramah.
  1. Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi Pembelajaran inkuiri adalah rangkain kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan anilitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah.

  1. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang menggunakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan yang memiliki latar belakang kemampuan, jenis kelamin, rasa tau suku yang berbeda.
Manfaat Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran memainkan peran penting dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar siswanya. Perencanaan pembelajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung.

Terdapat beberapa manfaat perencanaan pembelajaran dalam proses belajar mengajar yaitu:
1. sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan
2. sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan
3. sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur murid
4. sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelambatan kerja
5. untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja
6. untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya.

Sedangkan penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk:
1. Menghindari duplikasi dalam memberikan materi pelajaran.
Dengan menyajikan materi pelajaran yang benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai, dapat dihindari terjadinya duplikasi dan pemberian materi pelajaran yang terlalu banyak.

2. Mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai mengajarkan suatu mata pelajaran. Dengan kom­petensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapapun yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan.

3. Meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempurnaan siswa.

4. Membantu mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksa­naan akreditasi akan lebih dipermudah dengan menggunakan tolok ukur standar kompetensi

5. memperbarui sistem evaluasi dan laporan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan siswa diukur dan dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar siswa yang lain.

6. Memperjelas komunikasi dengan siswa tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman belajar yang harus dilakukan, dan cara yang digunakan untuk menentukan keberhasilan belajarnya.

7. Meningkatkan akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan untuk mempertanggung-jawabkan kegiatan pembelajaran kepada publik.

8. Memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kom­petensi yang lebih spesifik dan terperinci, sekolah/madrasah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyata­kan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.
Prinsip-prinsip Umum tentang Mengajar
Prinsip-prinsip umum yang harus dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar adalah sebagai berikut.
1. Mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa. Apa yang telah dipelajari merupakan dasar dalam mempelajari bahan yang akan diajarkan. Oleh karena itu, tingkat kemampuan siswa sebelum proses belajar mengajar berlangsung harus diketahui guru. Tingkat kemampuan semacam ini disebut entry behavior. Entry behaviuor dapat diketahui di antaranya dengan melakukan pretes. Hal ini sangat penting agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

2. Pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis. Bahan pelajaran yang bersifat praktis berhubungan dengan situasi kehidupan. Hal ini dapat menarik minat, sekaligus dapat memotivasi belajar.

3. Mengajar harus memperhatikan perbedaan individual setiap siswa.

4. Kesiapan (readiness) dalam belajar sangat penting dijadikan landasan dalam mengajar. Kesiapan adalah kapasitas (kemampuan potensial) baik bersifat fisik maupun mental untuk melakukan sesuatu.

5. Tujuan pengajaran harus diketahui siswa. Apabila tujuan pengajaran diketahui, siswa mempunyai motivasi untuk belajar. Agar tujuan mudah diketahui, harus dirumuskan secara khusus.

6. Mengajar harus mengikuti prinsip psikologis tentang belajar. Para ahli psikologi merumuskan prinsip bahwa belajar itu harus bertahap dan meningkat. Oleh karena itu, dalam mengajar haruslah mempersiapkan bahan yang bersifat gradual, yaitu dari sederhana kepada yang kompleks (rumit); dari konkret kepada yang abstrak; dari umum (general) kepada yang kompleks; dari yang sudah diketahui (fakta) kepada yang tidak diketahui (konsep yang bersifat abstrak); dengan menggunakan prinsip induksi ke induksi atau sebaliknya, dan sering menggunakan reinforcement (penguatan).
Tipe-Tipe Belajar
Dalam praktik pengajaran, penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi merupakan tindakan kurang bijaksana. Tidak ada suatu teori belajar pun cocok untuk segala situasi. Karena masing-masing mempunyai landasan yang berbeda dan cocok untuk situasi tertentu. Robert M. Gagne mencoba melihat berbagai teori belajar dalam satu kebulatan yang Baling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne, belajar mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe 1tu bertingkat, ada hierarki dalam masing-masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya.

Tipe belajar dikemukakan oleh Gagne pada hakikatnya merupakan prinsip umum baik dalam belajar maupun mengajar. Artinya, dalam mengajar atau membimbing siswa belajar pun terdapat tingkatan sebagaimana tingkatan belajar di atas. Kedelapan tipe itu adalah sebagai berikut.

1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons atau respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan lambaian tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi, respons yang dilakukan itu bersifat umum, kabur, dan emosional.

2. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus Respons Learning)
Tipe belajar S–R, respons bersifat spesifik. 2 x 3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan S–R. Mencium bau masakan sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S–R. Jadi, belajar stimulus respons sama dengan teori asosiasi (S–R bond). Setiap respons dapat diperkuat dengan reinforcement. Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons.

3. Belajar Rangkaian (Chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara berbagai S–R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik; seperti gerakan dalam mengikat sepatu, makan-minum-merokok; atau gerakan verbal seperti selamat-tinggal, bapak-ibu.

4. Asosiasi Verbal (Verbal Assosiation)
Tipe belajar ini adalah mampu mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada sesuatu yang sudah dimilikinya. Misal “pyramids itu berbangun limas” adalah contoh tipe belajar asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa piramida berbentuk limas kalau ia mengetahui berbagai bangun, seperti balok, kubus, dan kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk bila unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu mengikuti yang lain.

5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.

6. Belajar Konsep (Concept Learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta.

7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan adalah lebih meningkat dari tipe belajar konsep. Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah memiliki berbagai konsep yang dapat untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau dalil.

8. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Tipe belajar yang terakhir adalah memecahkan masalah. Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam dirinya sudah mampu meng­aplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang dihadapinya. Dalam memecahkan masalah diperlukan waktu yang cukup, bahkan ada yang memakan waktu terlalu lama. Juga sering kali harus melalui berbagai langkah, seperti mengenal tiap unsur dalam masalah itu. Dalam segala langkah diperlukan pemikiran sehingga dalam memecahkan masalah akan diperoleh hasil yang optimal.